Ron sadar ada yang salah dengan dirinya, namun ia gak pernah melakukan cek kesehatan. Sebuah kecelakaan kerjalah yang pada akhirnya membawa Ron ke rumah sakit. Dokter melakukan tes darah, lalu memberitahu Ron bahwa ia positif mengidap penyakit HIV, dan diperkirakan umurnya tinggal 30 hari lagi. Gak percaya, Ron akhirnya mempelajari semua tentang HIV dan setelah ia dapat menerima kenyataan tersebut, ia melakukan segala cara untuk memperpanjang umurnya, termasuk menggunakan obat yang masih berstatus ilegal di Amerika. Sadar akan sulitnya penderita HIV di Amerika untuk mendapatkan obat-obatan yang memadai, Ron bersama seorang waria bernama Rayon (Jared Leto) mendirikan Dallas Buyers Club, sebuah organisasi dimana para anggotanya membayar iuran bulanan dan sebagai gantinya, mereka akan mendapatkan obat-obatan alternatif untuk menangani HIV.
Jared Letto (kiri) dan Matthew McConaughey dalam Dallas Buyers Club |
Sejak film dimulai, kurang lebih 10 menit pertama, akting McConaughey sudah cukup membuat saya tertarik untuk menyaksikan film ini sampai habis. Dan ternyata, memang sepanjang film ia tampil sangat keren. McConaughey sukses memerankan Ron yang cuek, egois, cukup berkarisma (untuk level koboy), pintar dan gak mudah menyerah. Karakter Ron inilah yang sukses membuat saya betah nonton dan merasa "terikat" dengan situasi yang dihadapinya. Jared Leto sendiri gak mau kalah, penampilannya sebagai Rayon juga pantas diacungi dua jempol karena gak hanya mampu menandingi akting McConaughey, tapi Leto mampu memberikan nuansa lain begitu ia tampil. Rayon adalah waria dengan pendirian yang kuat, selalu terlihat bahagia padahal, ia kesepian. Pertemuan Ron dengan Rayon merupakan momen penting, tak terduga, dan mengubah nasib. Sejak saat itu secara tak sadar mereka berdua mulai bertransformasi, yang terasa sangat natural, berkat akting dua aktor handal. Gak heran kalau akhirnya McConaughey dan Leto mendapatkan nominasi Oscar.
Dari sisi direktorial, Jean-Marc Vallée sering menggunakan momen tanpa narasi, khususnya diawal film dengan maksud untuk menarik interpretasi penonton. Namun sayangnya momen-momen tersebut terasa kurang berkesan karena minimnya penekanan, hingga akhirnya hanya berkesan informatif saja. Kurang nampol lah gitu. Penulisan skrip dilakukan oleh Craig Borten dan Melissa Wallack, dan mereka ini tergolong pendatang baru. Mereka sukses menggambarkan situasi penderita HIV pada tahun 80an, namun juga terdapat beberapa dialog yang gak tepat, dan bagaimana momen-momen yang ada mempengaruhi sikap karakter yang terlibat.
Kekurangan dari sisi penulisan skrip akan makin terasa saat film mulai mendekati akhir. Karena pada akhirnya, yang anda dapatkan adalah film nuansa Robin Hood dengan basis kisah nyata. Bagaimana Ron berjuang untuk mempertahankan hidupnya, lalu berkembang menjadi Ron memperjuangkan hak-hak pengidap HIV di kota Dallas, melawan regulasi FDA dan kaum-kaum kelas atas yang mementingkan uang. Ron yang cuman seorang tukang listrik, bertransformasi jadi pebisnis, dan akhirnya seorang pahlawan. Film ini punya potensi yang masih belum tergali, dan yang sudah tergali pun tidak dimanfaatkan dengan baik.
Ron Woodroof, divonis mengidap HIV |
Film yang baik adalah film yang bisa membawa penontonnya untuk ikut bersimpati, merasakan apa yang dirasakan oleh karakter dalam film tersebut. Apakah film ini bisa membuat anda merasa seperti itu? Ya! Dallas Buyers Club punya pesan-pesan penting bagi siapapun yang menontonnya. Bagi anda yang suka dengan film drama, maka film ini harus masuk daftar film yang akan anda tonton. Tidak cocok bagi anda yang lebih suka adegan action, sensitif akan konten dewasa dan hinaan yang menyinggung kaum homoseksual. Dallas Buyers Club, filmnya bagus gak sih? Ya, ini film bagus!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar