Sabtu, 16 Juli 2011

Playmaker, Otak Permainan

Oke deh, pertama-tama, gw mau mengucapkan terimakasih nih buat kalian yang udah mampir ke blog ini lagi. Thanks banget udah meramaikan blog ini, kalian memang baik . Kali ini, gw ingin menumpahkan pikiran gw yang isinya sebagian besar mengenai sepakbola (olahraga yang paling gw cintai). Dan topik pertama di Label Artikel Sepakbola ini adalah; Playmaker! Buat yang suka bola, pasti tau, setidaknya pernah denger lah istilah Playmaker ini. Kalo kapan istilah Playmaker ini ada gw juga ga tau, tapi yang jelas seiring dengan perkembangan sepakbola makanya Playmaker muncul.



Playmaker sejatinya adalah peran; biasanya disematkan pada pemain tengah yang berciri-ciri khusus. Ciri-ciri khusus? Iya bener. Pertama ganteng, kedua kakinya mulus, ketiga suka warna pink.....yak mulai ngaco . Ciri-ciri khusus yang pertama yaitu berteknik tinggi; khususnya dalam kontrol bola dan dalam memberikan operan; khususnya operan pendek dan biasanya, mereka ahli dalam memberikan operan yang on the move. Dan untuk memberikan yang on the move itu jelas ga mudah, karena artinya sang playmaker harus bisa bergerak ke posisi yang tepat, dan punya visi yang baik mengenai pergerakan kawan dan lawan. Playmaker harus bisa menemukan ruang diantara lini-lini formasi lawan, dan siap sedia menjemput bola lalu membawanya kedepan untuk mengatur serangan; baik dengan memberikan assist, atau men-set up serangan, atau bahkan si playmaker sendiri yang mencetak gol.

Muncullah sebuah pertanyaan: Apakah playmaker sebenarnya dibutuhkan?
Jawabannya: Ya! Apalagi di era sepakbola modern saat ini, yang mana possession football menjadi trend. Sebagai ilustrasi, 6 klub papan atas EPL; MU, Chelsea, Arsenal, Manchester City, Tottenham dan Liverpool, keenam klub ini memiliki rata-rata possession lebih dari 50% sepanjang musim 2010-2011. Walaupun pada dasarnya sepakbola itu mengandalkan kerjasama tim, tapi playmaker itu dibutuhkan. Di era dimana sepakbola sudah semakin pintar, sosok kreatif pendistribusi bola sangat dibutuhkan dilapangan. Sosok pengalir bola, penentu arah serangan, pengatur tempo, penarik perhatian, sosok seperti ini wajib ada agar permainan bervariasi dan menarik untuk dilihat.

Pada dasarnya, ada dua tipe playmaker; controlling playmaker (deep-lying playmaker) dan incisive playmaker (advanced playmaker). Tipe yang pertama, biasanya memposisikan diri berada lebih ke belakang dan perannya mengatur tempo dan pola serangan, sedangkan yang kedua biasanya lebih ke depan, biasanya berada diantara lini tengah dan lini belakang lawan, dan lebih sering meliuk-liuk lalu melepaskan umpan terobosan atau passing-passing tajam. Ada pemain yang bisa memerankan dua peran ini, bahkan ada juga yang memang mengkombinasikan kedua peran ini. Yang harus diingat, playmaker, satu kata, tapi memiliki dua fungsi yang berbeda.

Di era modern ini, contoh controlling playmaker terbaik saat ini adalah Xavi Hernandez. Musim lalu, rata-rata per game ia dapat melesakkan 110 operan dengan persentase sukses mencapai 94%, tapi jumlah assist yang ia ciptakan selama semusim (di liga Spanyol) hanya 7.

Bandingkan statistik diatas dengan milik gelandang Real Madrid, Mesut Ozil. Ozil menghasilkan 17 assist, namun rata-rata passing per game-nya hanya 40 dengan persentase sukses 85%. Statistik keduanya begitu berbeda, karena gaya main keduanya berbeda dengan peran yang berbeda pula, namun mereka berdua tetap disebut playmaker.

Mesut Ozil, contoh incisive playmaker handal.


Kalau di Italia, controlling playmaker disebut dengan regista; sedangkan incisive playmaker disebut trequartista. Contoh regista sukses adalah Andrea Pirlo, Danielle De Rossi. Sedangkan Francesco Totti merupakan ultimate example dari trequartista.

Bisa ga sih, dua tipe playmaker ada dalam satu tim? Jelas bisa, dan efeknya bahkan bisa sangat destruktif. Kalian pasti tau Kaka kan. Sewaktu di AC Milan, Kaka diplot jadi trequartista. Dan Kaka sangat berperan bagi gelar Scudetto dan Liga Champions yang dimenangi AC Milan. Orang-orangpun beranggapan bahwa Kaka-lah pemain kunci Milan, Kaka seorang dirilah yang membawa Milan meraih prestasi tersebut. Padahal, kalau dilihat lebih dalam, pandangan tersebut cetek banget. Di Milan, setidaknya ada dua orang yang bermain lebih ke dalam dibanding Kaka, yaitu Seedorf dan Pirlo. Tugas mengatur tempo dan pola serangan diserahkan kepada dua orang ini, sedangkan Kaka memfokuskan permainannya untuk mencari celah antara lini tengah dan lini pertahanan lawan, lalu mencari kesempatan untuk mencetak gol atau ngasih umpan-umpang tajam ke Sheva. Bisa dibilang, Kaka cukup dimanja di Milan, karena artinya dia ga harus sering turun untuk jemput bola. Seandainya turun pun, masih sekitar daerah lawan, karena di belakang udah ada Pirlo dan Seedorf. Barcelona dan Real Madrid, sekarang pun juga menerapkan sistem yang sama. Di Barca ada Xavi sebagai controlling playmaker dan Iniesta sebagai incisive-nya, sedangkan di Madrid ada Xabi Alonso dan Mesut Ozil.

Bagaimana dengan kombinasi peran playmaker? Hmm, playmaker tipe hybrid gini lebih populer di sepakbola jadul sih. Contohnya ya Zinedine Zidane, Rui Costa, Juan Roman Riquelme, dan Juan Carlos Valeron. Pemain-pemain ini bener-bener dikasih kebebasan penuh mau ngapain aja, mundur untuk jemput bola, bawa sendiri sampe depan terus ngegolin, dari tengah terus lari ke sayap terus ke tengah lagi, pokoknya mereka bener-bener dikasih freedom mau ngapain aja. Karena mereka semua emang pemain penuh magi, udah susah nyari pemain seperti mereka. Tapi jelas playmaker klasik seperti ini, mungkin, udah ga cocok lagi dengan sepakbola jaman sekarang ini. Tempo udah semakin cepat, beda dengan era jagoan-jagoan itu. Entah kalo nanti era sepakbola kembali berputar dan berpihak ke playmaker-playmaker hybrid macem Zidane lagi.

Yak, sekian dulu teman artikel ini. Semoga menambah wawasan. Kritik dan saran monggo dilontarkan di bagian komentar. Sekali lagi, terimakasih udah mampir, tolong kasih tau temennya juga ya untuk mampir kesini .


6 komentar: